FIQIH MUAMALAH :
IJARAH, JUALAH, WADIAH, MUZARA'AH, MUSYARAKAH, MUDHARABAH, WAKALAH, HAWALAH, KAFALAH, RAHN, TADLIS
IJARAH
Ijarah berarti jual beli jasa
atau (upah mengupah) yakni mengambil manfaat tenaga manusia. Ada ulama lain
yang mengartikan ijarah sebagai sewa-menyewa yakni mengambil manfaat barang.
Kedua pendapat tersebut benar. Menurut jumhur ulama fiqih dalam ijarah adalah
menjual manfaat bukan menjual bendanya maka menyewakan pohon untuk diambil
buahnya, domba untuk diambil susunya, sumur untuk diambil airnya, tidak
diperbolehkan sebab itu bukan menjual manaatnya tetapi bendanya.
Hukum Ijarah
Hampir semua ulama ahli fiqih
sepakat bahwa ijarah disyariatkan dalam islam, golongan yang tidak
menyepakatinya beralasan bahwa ijarah adalah jual-beli kemanfaatan yang tidak
dapat dipegang (tidak ada). Sesuatu yang tidak ada tidak dapat dikategorikan
jual-beli. Dalam menanggapi pendapat ulama yang tidak menyepakati ijarah
tersebut, ibn Rusyd berpendapat bahwa kemanfatan alau tidak berbentuk, dapat
dijadikan alat pembayaran menurut kebiasaan (adat). Adapun landasan Syara’
Qs. Thalaq ayat 6, Qs.Al Qashash ayat 26-27
·
As Sunah
HR. Ibnu Majah dari Ibnu Umar: “Berikanlah upah
pekerja sebelum kering keringatnya”
HR. Abd Razaq dari Abu Hurairah :”barang siapa yang
meminta untuk menjadi buruh, beritahukanlah upahnya”
·
Ijma’
Rukun
Ijarah
1. Aqid (orang yang akad) 3.
Shighat akad (ijab dan qabul)
2. Ujrah (upah) 4. Manfaat
Syarat
Sah Ijarah
a)
Adanya keridaan dari kedua
pihak yang akad
b)
Ma’qud ‘Alaih (barang)
bermanfaat dengan jelas; jelas manfaat, pembatasan waktu, jenis pekerjaan (jika
ijarah atas pekerjaan atau jasa)
c)
Ma’qud ‘Alaih (barang) harus
dapat memenuhi secara syara’
d)
Kemanfaatan benda
dibolehkan menurut syara’
e)
Tidak menyewa untuk
pekerjaan yang diwajibkan kepadanya; contohnya menyewa untuk shalat fardhu,
puasa, dll
f)
Tidak mengambil manfaat
bagi diri orang yang disewa; tidak menyewakan diri untuk perbuatan ketaatan
sebab manfaat dari ketaatan itu adalah untuk dirinya.
g)
Manfaat ma’qud ‘Alaih
(barang) sesuai dengan keadaan yang umum; misal, tidak boleh menyewa pohon
untuk jemuran atau tempat berlindung karena tidak sesuai dengan manfaat pohon
yang dimaksud dalam ijarah
Akhir
Ijarah
a)
Menurut ulama
hanafiyah,ijarah berakhir jika meninggalnya salah seorang akad, sedangkan ahli
waris tidak memiliki hak untuk meneruskannya. Sedangkan menurut jumhur ulama,
ijarah itu tidak batal, tetapi diwariskan.
b)
Pembatalan akad
c)
Terjadinya kerusakan pada
barang yang disewa. Tapi, menurut ulama lain, kerusakan tidak menyebabkan
habisnya ijarah tetapi diganti selagi masih dapat diganti
d)
Habis waktu, kecuali kalau
ada uzur
JUALAH
Jualah berarti sesuatu yang
disiapkan untuk diberikan kepada seseorang yang berhasil melakukan perbuatan
tertentu atau pekerjaan tertentu. Secara etimologi, akad jualah adalah memberikan
upah kepada orang yang telah melakukan pekerjaan untuknya, misalnya
mengembalikan hewan yang teresat, membangun tembok, menjahit pakaian, dan
setiap pekerjaan yang mendapat upah.
Hukum Jualah
Hukum jualah adalah mubah (boleh),
hal ini didasari karena jialah adalah akad yang sangat manusiawi sebab
seseorang dalam hidupnya tidak dapat memenuhi semua pekerjaan dan keinginannya,
kecuali jika ia memberi upah kepada orang lain untuk membantunya. Adapun
landasan jualah adalah
·
Al Qur’an
Qs. Yusuf ayat 12
Rukun Jualah
1. Adanya 2 orang yang berakad 3. Pekerjaan
2. Shigat (ijab dan qabul) 4. upah
Syarat Sah Jualah
a) Lafal; mengandung arti izin kepada yang akan bekerja dan tidak
ditentukan waktunya. Jika megerjakan jualah tanpa seizin orang yang menyuruh
(punya barang) maka baginya tidak berhak memperoleh imbalan jika barang itu
ditemukan.
b) Orang yang menjanjikan memberi upah; dapat berupa orang yang
kehilangan barang atau yang lain.
c) Pekerjaan; mencari baranng yang hilang dll
d) Upah yang jelas; telah ditentukan dan diketahui oleh seseorang
sebelum melaksanakan pekerjaan (menemukan barang dsb)
e) Pekerjaan yang diminta dikerjakan adalah mubah, tidak sah
transaksi jualah pada sesuatu yang tidak muabah seperti khamr.
f) Upah dalam jualah berupa harta yang diketahui jenis dan
ukurannya
g) Upah dalam jualah harus suci, dapat diserahkan, dan dimiliki
oleh peminta jualah
h) Pekerja menyelesaikan pekerjaan yang diminta dalam jualah dan
menyerahkannya kepada yang menyuruhnya.
Pembatalan Jualah
Pembatalan jualah dapat dilakukan
oleh kedua belah pihak (orang yang kehilangan barang dan yang dijanjikan
jialah/orang yang menncari barang) sebelum bekerja. Jika pembatalan datang dari
orang yang bekerja mencari barang, maka ia tidak mendapatkan upah sekalipun ia
bekerja. Tetapi, jika yang membatalkan pihak yang menjanjikan upah maka yang
bekerja berhak menuntut upah sebanyak pekerjaan yang telah dilakukan.
Hikmah Jualah
• Berlomba-lomba dalam kebaikan
yaitu menolong orang yang sangat memrlukan pertolongan manusia
• Dapat menemukan orang yang punya prestasi atau loyalitas yang tinggi
• Menumbuhkan semangat dan percaya diri untuk melakukan sesuatu.
• Dapat menemukan orang yang punya prestasi atau loyalitas yang tinggi
• Menumbuhkan semangat dan percaya diri untuk melakukan sesuatu.
WADIAH
Secara harfiah, Al-wadi’ah dapat
diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak yang lain, baik
individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si
penitip menghendakinya. Sedangkan menurut istilah wadiah artinya memberikan
kekuasaan kepada orang lain untuk menjaga hartanya atau barangnya secara
terang-terangan atau dengan isyarat yang semakna dengan itu.
Hukum Wadiah
Hukum wadiah adalah mubah
(boleh). Adapun landasan hukum wadiah adalah
·
Al Qur’an
Q.S. An Nisaa’(4) ayat 58, Q.S. Al Baqarah (2) ayat
283,
·
Al Hadist
HR. Abu Daud dan Tirmidzi: “Tunaikanlah amanah
(titipan) kepada yang berhak menerimanya dan jangan membalas khianat kepada
orang yang telah mengkhianatimu”
Rukun Wadiah
a)
Muwaddi’
( Orang yang menitipkan). c) Wadii’ ( Orang yang dititipi).
b)
Wadi’ah
( Barang yang dititipkan). d) Shighat ( Ijab dan qobul).
Syarat Sah Wadiah
a) Dua orang yang berakad, disyaratjan berakal, baliqh dan cerdas
b) Sesuatu yang dititipkan, disyaratkan berupa harta yang bisa
diserah terimakan.
c) Sighat (ijab dan Kabul)
Jenis Wadiah
a) Wadiah
Yad Dhamanah
- Wadiah Yad Ad-Dhamanah adalah titipan dimana si penerima titipan dapat
memanfaatkan barang titipan tersebut dengan seizin pemiliknya dan menjamin
untuk mengembalikan titipan tersebut secara keseluruhan setiap saat pada saat
dikehendaki pemilik. Pada kasus penitipan uang, uang yang dititipkan akan
digabungkan bersama-sama dengan dana nasabah lain dalam pool-of-fund yang dapat
digunakan kebutuhan pembiayaan bank syariah kepada nasabahnya. Sistem ini yang
umum digunakan untuk Giro dan Tabungan tidak berjangka.
b) Wadiah
Yad Amanah -
wadiah dimana si penerima titipan tidak diperkenankan memanfaatkan
barang titipan dan menjamin untuk mengembalikan titipan tersebut sepenuhnya
setiap saat dibutuhkan para pemiliknya. Penerima titipan tidak bertanggungjawab
atas kehilangan dan kerusakan yang terjadi pada barang titipan selama hal ini
bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan penerima titipan dalam memelihara
titipan tersebut.Aplikasi Wadiah Yad Al-Amanah antara lain adalah Safe Deposit
Box.
Batalnya Wadiah
a) Dengan fasakh oleh salah satu dari keduanya
b)
Bila salah satu pihak meninggal dunia dan tidak ada
akad dengan ahli waris penitip, tidak pula ahli waris
penjaga.
c)
Bila
salah satu pihak yang berakad itu gila. Sebab,
penyakit gila akan mencabut hak muamalah dan menyerahkannya
kepada orang lain yang tidak melakukan akad.
d)
Bila
maksud yang terkandung dalam akad wadiah sudah selesai pelaksanaannya atau
dihentikan.
Muzara’ah
a.
Pengertian Muzara’ah
Menurut bahasa muzara’ah artinya
penanaman lahan. Menurut istilah muzara’ah adalah suatu usaha kerjasama antara
pemilik sawah atau ladang dengan petani penggarap yang hasilnya dibagi menurut
kesepakatan, dimana benih tanaman dari si Pemilik tanah. Adapun zakat dari
hasil kerja sama ditanggung oleh pemilik sawah atau ladang.
b. Rukun Muzara’ah
·
Pemilik dan penggarap sawah.
·
Sawah atau ladang
·
Jenis pekerjaan yang harus dilakukan.
·
Kesepakatan dalam pembagian hasil (upah).
·
Akad (sighat).
c. Syarat Muzara’ah
·
benih dari pemilik tanah
·
Waktu pelaksanaannya jelas
·
Akad dilakukan sebelum pelaksanaan pekerjaan
·
Pembagian hasil disebutkan secara jelas
d. Hikmah Muzara’ah
·
Terwujudnya kerja sama yang saling
menguntungkan antara pemilik tanah dengan petani penggarap.
·
Meningkatnya kesejahteraan masyarakat.
·
Tertanggulanginya kemiskinan.
·
Terbukanya lapangan pekerjaan, terutama bagi
petani yang memiliki kemampuan bertani tetapi tidak memiliki tanah garapan.
e. Contoh
Pak Adi memiliki keahlian untuk mengelola sawah, namun
ia tidak memiliki lahan dan modal untuk membeli bibit. Kemudian Pak Adi datang
ke Bank Mandiri Syariah (BSM), BSM bersedia memberikan Pak Adi pebiayaan
muzara’ah selama 2 tahun dengan memberikan lahan seluas 10 hektar untuk digarab
serta modal 9 juta untuk benih dan
lain-lain. Dengan jaminan berupa BPKB motor dari pak Adi. Penetapan bagi hasil
yaitu sebesar70 % untuk BSM dan 30% untuk Pak Adi dari pendapatan. Modal pokok
bisa diangsur setiap bulan sebesar
375.000,00 dan pembagian keuntungan 4 bulan sekali setelah panen. jika
terjadi kerugian BSM akan ikut menanggungnya, asalkan tidak disebabkan karena
kelalaian dan ketidakjujuran Pak Adi
Musyarakah
a.
Pengertian Musyarakah
Musyarakah
adalah akad kerjasama yang terjadi diantara para pemilik modal (mitra
musyarakah) untuk menggabungkan modal dan melakukan usaha secara bersama dalam
suatu kemitraan, dengan nisbah pembagian hasil sesuai dengan kesepakatan,
sedangkan kerugian ditanggung secara proporsional sesuai dengan kontribusi
modal.
b. Rukun Musyarakah
a. Para pihak yang berstirkah.
b. Porsi kerjasama.
c. Proyek/usaha (masyru’)
d. Ijab qabul {sighat).
e. Nisbah bagi hasil
b. Porsi kerjasama.
c. Proyek/usaha (masyru’)
d. Ijab qabul {sighat).
e. Nisbah bagi hasil
c. Jenis-jenis Musyarakah
1
Musyarakah Pemilikan
Musyarakah pemilikan tercipta karena warisan,
wasiat, atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua
orang atau lebih. Dalam musyarakah ini, kepemilikan dua orang atau lebih
berbagi dalam sebuah aset nyata dan berbagi pula dari keuntungan yang
dihasilkan aset tersebut.
2 Musyarakah Akad (kontrak)
2 Musyarakah Akad (kontrak)
Musyarakah akad tercipta
dengan cara kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap oarang
dari mereka memberikan modal musyarakah. Mereka pun sepakat berbagi keuntungan
dan kerugian.
Musyarakah akad terbagi menjadi: al-‘inan, al-mufuwadhah, al-a’maal,al-wujuh,dan al-mudharabah.
Musyarakah akad terbagi menjadi: al-‘inan, al-mufuwadhah, al-a’maal,al-wujuh,dan al-mudharabah.
d. Contoh Musyarakah
Seseorang
yang bernama A dan B, ingin bekerja sana membuat usaha kemudian mereka
mengeluarkan modal sesuai kemampuan mereka masing2, Si A memberi modal Rp
200.000 sedangkan B mengeluarkan modal Rp 150.000 .
Mudharabah
a.
Pengertian Mudarabah
Akad kerjasama antara
Shahibul Mal (pemilik modal) dengan mudharib (yang mempunyai keahlian) untuk
mengelola suatu usaha yang produktif dan halal, keuntungan dibagi sesuai
kesepakatan bersama, jika terjadi kerugian ditanggung shahibul mal (pemilik
modal).
b. Rukun Mudharabah
1. Pemilik barang yang menyerahkan
barang-barangnya
2. Orang yang bekerja yaitu
mengelola barang yang diterima dari pemilik barang
3. Aqad mudharabah
4. Mal ( harta pokok/modal )
5. Amal ( pekerjaan pengelolaan
harta sehingga menghasilkan laba )
6. Keuntungan
b. Syarat Mudharabah
1
Modal/barang yang diserahkan ini
berbentuk uang tunai
2
Modal harus diketahui dengan jelas
3
Keuntungannya harus jelas
persentasenya
4
Melafazkan ijab dari pemilik modal
c. Pembatalan Mudharabah
1.
Tidak terpenuhinya salah satu atau
beberapa syarat mudharabah
2.
Pengelola dengan sengaja
meninggalkan tugasnya sebagai pengelola modal atau pengelola modal berbuat
sesuatu yang bertentangan dengan tujuan akad.
3.
Apabila pelaksana atau pemilik
modal meninggal dunia atau salah satu dari pemilik mudharabah meninggal dunia,
maka mudharabah batal.
d. Contoh Mudharabah
Seorang pedagang yang
memerlukan modal 5juta untuk berdagang, ia kemudian mengajukan permohonan untuk
pembiayaan bagi hasil seperti mudharabah, dimana bank bertindak selaku shahibul
maal Sedangkan
pihak nasabah, bertindak selaku pengelola (mudharib), dengan keuntungan dibagi
menurut kesepakatan dimuka dan apabila rugi ditanggung oleh sahibul maal.
Wakalah
a.
Pengertian Wakalah
Wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang
sebagai pihak pertama kepada orang lain sebagai pihak kedua dalam hal-hal yang
diwakilkan (dalam hal ini pihak kedua) hanya melaksanakan sesuatu sebatas kuasa
atau wewenang yang diberikan oleh pihak pertama, namun apabila kuasa itu telah
dilaksanakan sesuai yang disyaratkan, maka semua resiko dan tanggung jawab atas
dilaksanakan perintah tersebut sepenuhnya menjadi pihak pertama atau pemberi
kuasa.
b. Rukun Wakalah
1. Orang yang mewakilkan (Al-Muwakkil)
2. Orang yang diwakilkan. (Al-Wakil)
3. Obyek yang diwakilkan.
4. Shighat
c. Batalnya
Wakalah
a)
Salah satu pihak yang akad wafat
atau gila
b)
Apabila maksud yang dalam akad
wakalah itu selesai pelaksanaannya atau dihentikan maksud dari pekerjaan
tersebut.
c)
Diputusnya akad wakalah
d)
Hilangnya kekuasaan atau hak
pemberi kuasa atas sesuatu objek yang dikuasakan.
d. Contoh
Wakalah
Transfer uang
: Proses transfer uang ini adalah proses yang menggunakan
konsep akad Wakalah, dimana prosesnya diawali dengan adanya permintaan
nasabah sebagai Al-Muwakkil terhadap bank sebagai Al-Wakil untuk
melakukan perintah/permintaan kepada bank untuk mentransfer sejumlah uang
kepada rekening orang lain, kemudian bank mendebet rekening nasabah (Jika
transfer dari rekening ke rekening), dan proses yang terakhir yaitu dimana bank
mengkreditkan sejumlah dana kepada kepada rekening tujuan.
Hawalah
a.
Pengertian Hawalah
hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang
berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya, hal ini merupakan
pemindahan beban utang dari muhil (orang yang berutang) menjadi tanggungan
muhal alaih atau orang yang berkewajiban membayar utang.
b.
Rukun dan Syarat Hawalah
a. Orang yang memindahkan tanggungan utang (muhil).
b. Orang yang memberikan utang yang dipindahkan pelunasannya
dari orang yang berutang padanya secara langsung (muhal).
c. Orang yang dipindahkan tanggungan utang padanya (muhal
alaih)..
d. Harta yang diutang yang dialihkan( muhal bih)
e. Shighat.
c.
Macam-macam Hawalah
Ditinjau
dari pelaksanaannya
1.
Hawalah mutlaqoh: adalah seseorang memindahkan utang pada
yang lain tanpa memberikan keterangan bahwa orang tersebut harus membayar
utangnya dari utang yang ada padanya.
2.
Hawalah muqayyadah adalah seseorang memindahkan pembayaran
utangnya pada orang lain, dari utangnya yang ada pada orang tersebut.
Ditinjau dari
segi obyeknya hiwalah
1
Hawalah al-Haqq (pemindahan
hak) : pemindahan piutang dari satu piutang kepada piutang yang lain atau
pemindahan hak untuk menuntut hutang. Dalam hal ini yang bertindak sebagai
muhil adalah pemberi hutang dan ia mengalihkan haknya kepada pemberi hutang
yang lain sedangkan orang yang berhutang tidak berubah atau berganti, yang
berganti adalah piutang.
2
Hawalah ad-Dain (pemindahan hutang) Hawalah ad-dain adalah
pemindahan hutang kepada orang lain yang mempunyai hutang kepadanya. Ini
berbeda dari hiwalah haqq, karena pengertiannya sama dengan hawalah yang telah
diterangkan di depan yakni yang dipindahkan itu kewajiban untuk membayar
hutang.
d. Contoh Hawalah
Contoh 1
si A berutang kepada si B sejumlah
uang untuk dilunasi pada hari tertentu dan si A punya hak (mengutangi) si D
sejumlah utangnya pada si B. Ketika jatuh tempo, si B menagih utang pada si A,
tetapi si A saat itu tidak memilik uang tunai, lalu dia mengatakan, “
Pergilah pada si D, karena ia berutang padaku sejumlah utangku padamu”.
Contoh 2
si A
mempunyai piutang pada si B, dan pada saat yang sama, si A mempunyai utang
kepada si C sejumlah piutangnya pada si B. Ketika si C menagih utangnya pada si
A, si A berkata, “ Aku alihkan pembayaran utangku kepada si B, karena aku
mempunyai piutang padanya sebesar utangku padamu dan ambillah uang tersebut
darinya”. Jika si C (penerima pengalihan) menerima cara seperti itu, si A
(pengalih pembayaran utang) tidak lagi mempunyai utang pada si C.
Kafalah
a.
Pengertian Kafalah
Akad
pemberian jaminan yang diberikan penanggung (kafil) kepada pihak lain dimana pemberi jaminan
bertanggung jawab atas pembayaran suatu hutang yang menjadi hak penerima jaminan.
b.
Rukun Kafalah
a.
Penjamin (dhomin/kafiil),
yaitu orang yang tidak cacat muamalahnya secara hukum, maka anak-anak dan orang
idiot tidak sah.
b.
Barang yang dijamin/utang
(madhum), yaitu sesuatu yang boleh diganti dengan sejenisnya secara hukum,
yaitu utang atau benda selain uang yang merupakan harta, jadi tidak boleh nyawa
atau anggota badan dalam qishash dan hudud.
c.
Pihak yang dijamin (makful
‘anhu/madhum ‘anhu), yaitu orang yang dituntut/yang berutang baik hidup atau
sudah mati.
d.
Sighah akad, yaitu ijab
dari penjamin atau ijab-qabul dari akad transaksi.
c. Jenis Kafalah
Ditinjau
dari segi obyeknya jafalah
1
Kafalah bin Nafs (kafalah
bil Wajhi): merupakan akad jaminan dari kafil untuk menghadirkan diri
seseorang pada waktu tertentu di tempat tertentu. Kafalah ini bukan merupakan
kajian ekonomi Islam. Sebagai contohnya adalah seperti perkataan seseorang,
“Aku menjamin untuk menghadirkan si Fulan dalam pengadilan tersebut atau dalam
acara tersebut”. Jika kafil tidak bisa menghadirkan, padahal ia masih hidup,
maka kafil wajib membayar sejumlah denda
2
Kafalah bil Mal :
Merupakan jaminan pembayaran barang atau pelunasan hutang.
d. Contoh Kafalah
Dalam
rangka menjalankan usahanya, seorang kontraktor sering memerlukan
penjaminan dari pihak lain melalui jaminan yang diberikan oleh Bank Syariah
(kafiil) kepada pihak ketiga(makful lahu) untuk memenuhi kewajiban pihak kedua
(kontraktor) atau yang ditanggung (makfuul ‘anhu)
RAHN
a Pengertian Rahn
menahan salah satu harta milik nasabah (rahin)
sebagai barang jaminan (marhun) atas hutang/pinjaman (marhun bih) yang
diterimanya.
b Rukun Rahn
1.
Akad ijab dan qabul
2.
Aqid,
yaitu yang menggadaikan (rabin) dan yang menerima gadai (murtabin). Adapun
sarat yang berakad adalah ahli tasauf, yaitu mampu membelanjakan harta
dan dalam hal ini memahami persoalan-persoalan yang berkaitan dengan gadai.
3.
Barang yang diajadikan jaminan (borg) sarat pada benda yang
dijadikan jaminan ialah keadaan barang itu tidak rusak sebelum janji uang harus
dibayar.
c Jenis Rahn
1
Rahn ‘Iqar/Rasmi (rahn
Takmini/Rahn Tasjily)
Merupakan bentuk gadai, dimana barang yang digadaikan
hanya dipindahkan kepemilikannya, namun barangnya sendiri masih tetap dikuasai
dan dipergunakan oleh pemberi gadai. Maksudnya bagaimana ya? Jadi begini:
2
Rahn Hiyazi
Bentuk Rahn Hiyazi inilah yang sangat mirip dengan konsep
Gadai baik dalam hukum adat maupun dalam hukum positif. Jadi berbeda
dengan Rahn ‘Iqar yang hanya menyerahkan hak kepemilikan atas barang, maka pada
Rahn Hiyazi tersebut, barangnya pun dikuasai oleh Kreditur.
c Contoh Rahn
1
Rahn ‘Iqar/Rasmi (rahn
Takmini/Rahn Tasjily)
Dino memiliki hutang kepada Elda sebesar Rp. 10jt.
Sebagai jaminan atas pelunasan hutang tersebut, Dino menyerahkan BPKB Mobilnya
kepada Elda secara Rahn ‘Iqar. Walaupun surat-surat kepemilikan atas Mobil
tersebut diserahkan kepada Elda, namun mobil tersebut tetap berada di tangan
Dino dan dipergunakan olehnya untuk keperluannya sehari-hari. Jadi, yang
berpindah hanyalah kepemilikan atas mobil di maksud.
2
Rahn Hiyazi
Jika dilihat dalam contoh pada point 1 di atas, jika
akad yang digunakan adalah Rahn Hiyazi, maka Mobil milik Dino tersebut
diserahkan kepada Elda sebagai jaminan pelunasan hutangnya. Dalam hal hutang
Dino kepada Elda sudah lunas, maka Dino bisa mengambil kembali mobil tersebut.
Tadlis
a Pengertian Tadlis
Tadlis
adalah transaksi yang mengandung suatu hal yang tidak diketahui oleh salah satu
pihak ( unknown to one party). Setiap transaksi dalam Islam harus didasarkan
pada prinsip kerelaan antara kedua belah pihak, mereka harus mempunyai
informasi yang sama (complete information) sehingga tidak ada pihak yang merasa
ditipu/dicurangi karena ada sesuatu yang unknown to one party”
Ada
4 (empat) hal dalam transaksi Tadlis, yaitu :
Kuantitas, mengurangi takaran
Kualitas, menyembunyikan kecacatan barang
Harga, memanfaatkan ketidaktahuan pembeli akan harga pasar
Waktu, menyanggupi delivery
time yang disadari tidak akan sanggup memenuhinya
b Contoh
Tadlis
jual beli dengan kesepakatan harga berikut,”Sekiranya
barang ini lunas dalam jangka waktu di bawah satu tahun, maka marginnya adalah
20 %, tapi seandainya lunas antara satu hingga dua tahun, maka marginnya
otomatis menjadi 40 % “. Oleh karena kedua belah pihak tidak tahu apakah
pembayaran akan dilunasi dalam satu tahun atau lebih, dalam hal ini harga
barang barang mengalami ketidakpastian, apakah harga dengan margin 20 % maupun
harga dengan margin 40 %.
Terima kasih atas ilmu nya
BalasHapus