Jumat, 04 Maret 2016

FIQIH MUAMALAH : IJARAH, JUALAH, WADIAH, MUZARA'AH, MUSYARAKAH, MUDHARABAH, WAKALAH, HAWALAH, KAFALAH, RAHN, TADLIS



FIQIH MUAMALAH :
 IJARAH, JUALAH, WADIAH, MUZARA'AH, MUSYARAKAH, MUDHARABAH, WAKALAH, HAWALAH, KAFALAH, RAHN, TADLIS

 
IJARAH
Ijarah berarti jual beli jasa atau (upah mengupah) yakni mengambil manfaat tenaga manusia. Ada ulama lain yang mengartikan ijarah sebagai sewa-menyewa yakni mengambil manfaat barang. Kedua pendapat tersebut benar. Menurut jumhur ulama fiqih dalam ijarah adalah menjual manfaat bukan menjual bendanya maka menyewakan pohon untuk diambil buahnya, domba untuk diambil susunya, sumur untuk diambil airnya, tidak diperbolehkan sebab itu bukan menjual manaatnya tetapi bendanya.
Hukum Ijarah
Hampir semua ulama ahli fiqih sepakat bahwa ijarah disyariatkan dalam islam, golongan yang tidak menyepakatinya beralasan bahwa ijarah adalah jual-beli kemanfaatan yang tidak dapat dipegang (tidak ada). Sesuatu yang tidak ada tidak dapat dikategorikan jual-beli. Dalam menanggapi pendapat ulama yang tidak menyepakati ijarah tersebut, ibn Rusyd berpendapat bahwa kemanfatan alau tidak berbentuk, dapat dijadikan alat pembayaran menurut kebiasaan (adat). Adapun landasan Syara’
·         Al Qur’an
Qs. Thalaq ayat 6, Qs.Al Qashash ayat 26-27
·         As Sunah
HR. Ibnu Majah dari Ibnu Umar: “Berikanlah upah pekerja sebelum kering keringatnya”  
HR. Abd Razaq dari Abu Hurairah :”barang siapa yang meminta untuk menjadi buruh, beritahukanlah upahnya”
·         Ijma’
Rukun Ijarah

1.      Aqid (orang yang akad)               3. Shighat akad (ijab dan qabul)

2.      Ujrah (upah)                                 4.    Manfaat
Syarat Sah Ijarah
a)      Adanya keridaan dari kedua pihak yang akad
b)      Ma’qud ‘Alaih (barang) bermanfaat dengan jelas; jelas manfaat, pembatasan waktu, jenis pekerjaan (jika ijarah atas pekerjaan atau jasa)
c)      Ma’qud ‘Alaih (barang) harus dapat memenuhi secara syara’
d)     Kemanfaatan benda dibolehkan menurut syara’
e)      Tidak menyewa untuk pekerjaan yang diwajibkan kepadanya; contohnya menyewa untuk shalat fardhu, puasa, dll
f)       Tidak mengambil manfaat bagi diri orang yang disewa; tidak menyewakan diri untuk perbuatan ketaatan sebab manfaat dari ketaatan itu adalah untuk dirinya.
g)      Manfaat ma’qud ‘Alaih (barang) sesuai dengan keadaan yang umum; misal, tidak boleh menyewa pohon untuk jemuran atau tempat berlindung karena tidak sesuai dengan manfaat pohon yang dimaksud dalam ijarah
Akhir Ijarah
a)      Menurut ulama hanafiyah,ijarah berakhir jika meninggalnya salah seorang akad, sedangkan ahli waris tidak memiliki hak untuk meneruskannya. Sedangkan menurut jumhur ulama, ijarah itu tidak batal, tetapi diwariskan.
b)      Pembatalan akad
c)      Terjadinya kerusakan pada barang yang disewa. Tapi, menurut ulama lain, kerusakan tidak menyebabkan habisnya ijarah tetapi diganti selagi masih dapat diganti
d)     Habis waktu, kecuali kalau ada uzur


JUALAH
Jualah berarti sesuatu yang disiapkan untuk diberikan kepada seseorang yang berhasil melakukan perbuatan tertentu atau pekerjaan tertentu. Secara etimologi, akad jualah adalah memberikan upah kepada orang yang telah melakukan pekerjaan untuknya, misalnya mengembalikan hewan yang teresat, membangun tembok, menjahit pakaian, dan setiap pekerjaan yang mendapat upah.
Hukum Jualah
Hukum jualah adalah mubah (boleh), hal ini didasari karena jialah adalah akad yang sangat manusiawi sebab seseorang dalam hidupnya tidak dapat memenuhi semua pekerjaan dan keinginannya, kecuali jika ia memberi upah kepada orang lain untuk membantunya. Adapun landasan jualah adalah
·         Al Qur’an
Qs. Yusuf ayat 12
Rukun Jualah
1.      Adanya 2 orang yang berakad                                               3.         Pekerjaan
2.      Shigat (ijab dan qabul)                                                           4.         upah
Syarat Sah Jualah
a)      Lafal; mengandung arti izin kepada yang akan bekerja dan tidak ditentukan waktunya. Jika megerjakan jualah tanpa seizin orang yang menyuruh (punya barang) maka baginya tidak berhak memperoleh imbalan jika barang itu ditemukan.
b)      Orang yang menjanjikan memberi upah; dapat berupa orang yang kehilangan barang atau yang lain.
c)      Pekerjaan; mencari baranng yang hilang dll
d)     Upah yang jelas; telah ditentukan dan diketahui oleh seseorang sebelum melaksanakan pekerjaan (menemukan barang dsb)
e)      Pekerjaan yang diminta dikerjakan adalah mubah, tidak sah transaksi jualah pada sesuatu yang tidak muabah seperti khamr.
f)       Upah dalam jualah berupa harta yang diketahui jenis dan ukurannya
g)      Upah dalam jualah harus suci, dapat diserahkan, dan dimiliki oleh peminta jualah
h)      Pekerja menyelesaikan pekerjaan yang diminta dalam jualah dan menyerahkannya kepada yang menyuruhnya.
Pembatalan Jualah
Pembatalan jualah dapat dilakukan oleh kedua belah pihak (orang yang kehilangan barang dan yang dijanjikan jialah/orang yang menncari barang) sebelum bekerja. Jika pembatalan datang dari orang yang bekerja mencari barang, maka ia tidak mendapatkan upah sekalipun ia bekerja. Tetapi, jika yang membatalkan pihak yang menjanjikan upah maka yang bekerja berhak menuntut upah sebanyak pekerjaan yang telah dilakukan. 
Hikmah Jualah
• Berlomba-lomba dalam kebaikan yaitu menolong orang yang sangat memrlukan pertolongan manusia
• Dapat menemukan orang yang punya prestasi atau loyalitas yang tinggi
• Menumbuhkan semangat dan percaya diri untuk melakukan sesuatu.


WADIAH
Secara harfiah, Al-wadi’ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak yang lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendakinya. Sedangkan menurut istilah wadiah artinya memberikan kekuasaan kepada orang lain untuk menjaga hartanya atau barangnya secara terang-terangan atau dengan isyarat yang semakna dengan itu.
Hukum Wadiah
Hukum wadiah adalah mubah (boleh). Adapun landasan hukum wadiah adalah
·         Al Qur’an
Q.S. An Nisaa’(4) ayat 58, Q.S. Al Baqarah (2) ayat 283,
·         Al Hadist
HR. Abu Daud dan Tirmidzi: “Tunaikanlah amanah (titipan) kepada yang berhak menerimanya dan jangan membalas khianat kepada orang yang telah mengkhianatimu
Rukun Wadiah
a)    Muwaddi’ ( Orang yang menitipkan).               c)  Wadii’ ( Orang yang dititipi).
b)   Wadi’ah ( Barang yang dititipkan).                   d)  Shighat ( Ijab dan qobul).
Syarat Sah Wadiah
a)      Dua orang yang berakad, disyaratjan berakal, baliqh dan cerdas
b)      Sesuatu yang dititipkan, disyaratkan berupa harta yang bisa diserah terimakan.
c)      Sighat (ijab dan Kabul)
Jenis Wadiah
a)      Wadiah Yad Dhamanah - Wadiah Yad Ad-Dhamanah adalah titipan dimana si penerima titipan dapat memanfaatkan barang titipan tersebut dengan seizin pemiliknya dan menjamin untuk mengembalikan titipan tersebut secara keseluruhan setiap saat pada saat dikehendaki pemilik. Pada kasus penitipan uang, uang yang dititipkan akan digabungkan bersama-sama dengan dana nasabah lain dalam pool-of-fund yang dapat digunakan kebutuhan pembiayaan bank syariah kepada nasabahnya. Sistem ini yang umum digunakan untuk Giro dan Tabungan tidak berjangka.
b)      Wadiah Yad Amanah - wadiah dimana si penerima titipan tidak diperkenankan memanfaatkan barang titipan dan menjamin untuk mengembalikan titipan tersebut sepenuhnya setiap saat dibutuhkan para pemiliknya. Penerima titipan tidak bertanggungjawab atas kehilangan dan kerusakan yang terjadi pada barang titipan selama hal ini bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan penerima titipan dalam memelihara titipan tersebut.Aplikasi Wadiah Yad Al-Amanah antara lain adalah Safe Deposit Box.
Batalnya Wadiah
a)      Dengan fasakh oleh salah satu dari keduanya
b)    Bila salah satu pihak meninggal dunia dan tidak ada akad dengan ahli waris penitip, tidak pula ahli waris penjaga.
c)    Bila salah satu pihak yang berakad itu gila. Sebab, penyakit gila akan mencabut hak muamalah dan menyerahkannya kepada orang lain yang tidak melakukan akad.
d)   Bila maksud yang terkandung dalam akad wadiah sudah selesai pelaksanaannya atau dihentikan.

 
Muzara’ah
a.     Pengertian Muzara’ah
Menurut bahasa muzara’ah artinya penanaman lahan. Menurut istilah muzara’ah adalah suatu usaha kerjasama antara pemilik sawah atau ladang dengan petani penggarap yang hasilnya dibagi menurut kesepakatan, dimana benih tanaman dari si Pemilik tanah. Adapun zakat dari hasil kerja sama ditanggung oleh pemilik sawah atau ladang.
b.      Rukun Muzara’ah
·         Pemilik dan penggarap sawah.
·         Sawah atau ladang
·         Jenis pekerjaan yang harus dilakukan.
·         Kesepakatan dalam pembagian hasil (upah).
·         Akad (sighat).
c.       Syarat Muzara’ah
·         benih dari pemilik tanah
·         Waktu pelaksanaannya jelas
·         Akad dilakukan sebelum pelaksanaan pekerjaan
·         Pembagian hasil disebutkan secara jelas
d.      Hikmah Muzara’ah
·         Terwujudnya kerja sama yang saling menguntungkan antara pemilik tanah dengan petani penggarap.
·         Meningkatnya kesejahteraan masyarakat.
·         Tertanggulanginya kemiskinan.
·         Terbukanya lapangan pekerjaan, terutama bagi petani yang memiliki kemampuan bertani tetapi tidak memiliki tanah garapan.

e.   Contoh
Pak Adi memiliki keahlian untuk mengelola sawah, namun ia tidak memiliki lahan dan modal untuk membeli bibit. Kemudian Pak Adi datang ke Bank Mandiri Syariah (BSM), BSM bersedia memberikan Pak Adi pebiayaan muzara’ah selama 2 tahun dengan memberikan lahan seluas 10 hektar untuk digarab serta  modal 9 juta untuk benih dan lain-lain. Dengan jaminan berupa BPKB motor dari pak Adi. Penetapan bagi hasil yaitu sebesar70 % untuk BSM dan 30% untuk Pak Adi dari pendapatan. Modal pokok bisa diangsur setiap bulan sebesar  375.000,00 dan pembagian keuntungan 4 bulan sekali setelah panen. jika terjadi kerugian BSM akan ikut menanggungnya, asalkan tidak disebabkan karena kelalaian dan ketidakjujuran Pak Adi

Musyarakah
a.     Pengertian Musyarakah
Musyarakah adalah akad kerjasama yang terjadi diantara para pemilik modal (mitra musyarakah) untuk menggabungkan modal dan melakukan usaha secara bersama dalam suatu kemitraan, dengan nisbah pembagian hasil sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal.

b.      Rukun  Musyarakah
a. Para pihak yang berstirkah.
b. Porsi kerjasama.
c. Proyek/usaha (masyru’)
d. Ijab qabul {sighat).
e. Nisbah bagi hasil

c.      Jenis-jenis Musyarakah
1        Musyarakah Pemilikan
Musyarakah pemilikan tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih. Dalam musyarakah ini, kepemilikan dua orang atau lebih berbagi dalam sebuah aset nyata dan berbagi pula dari keuntungan yang dihasilkan aset tersebut.
2     Musyarakah Akad (kontrak)
       Musyarakah akad tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap oarang dari mereka memberikan modal musyarakah. Mereka pun sepakat berbagi keuntungan dan kerugian.
Musyarakah akad terbagi menjadi: al-‘inan, al-mufuwadhah, al-a’maal,al-wujuh,dan al-mudharabah.

d.       Contoh Musyarakah
      Seseorang yang bernama A dan B, ingin bekerja sana membuat usaha kemudian mereka mengeluarkan modal sesuai kemampuan mereka masing2, Si A memberi modal Rp 200.000 sedangkan B mengeluarkan modal Rp 150.000 .
 


Mudharabah
a.     Pengertian Mudarabah
Akad kerjasama antara Shahibul Mal (pemilik modal) dengan mudharib (yang mempunyai keahlian) untuk mengelola suatu usaha yang produktif dan halal, keuntungan dibagi sesuai kesepakatan bersama, jika terjadi kerugian ditanggung shahibul mal (pemilik modal).

b.      Rukun Mudharabah
1. Pemilik barang yang menyerahkan barang-barangnya
2. Orang yang bekerja yaitu mengelola barang yang diterima dari pemilik barang
3. Aqad mudharabah
4. Mal ( harta pokok/modal )
5. Amal ( pekerjaan pengelolaan harta sehingga menghasilkan laba )
6. Keuntungan

b.      Syarat Mudharabah
1      Modal/barang yang diserahkan ini berbentuk uang tunai
2      Modal harus diketahui dengan jelas
3      Keuntungannya harus jelas persentasenya
4      Melafazkan ijab dari pemilik modal
c.      Pembatalan Mudharabah
1.    Tidak terpenuhinya salah satu atau beberapa syarat mudharabah
2.    Pengelola dengan sengaja meninggalkan tugasnya sebagai pengelola modal atau pengelola modal berbuat sesuatu yang bertentangan dengan tujuan akad.
3.    Apabila pelaksana atau pemilik modal meninggal dunia atau salah satu dari pemilik mudharabah meninggal dunia, maka mudharabah batal.
d.       Contoh Mudharabah
Seorang pedagang yang memerlukan modal 5juta untuk berdagang, ia kemudian mengajukan permohonan untuk pembiayaan bagi hasil seperti mudharabah, dimana bank bertindak selaku shahibul maal Sedangkan pihak nasabah, bertindak selaku pengelola (mudharib), dengan keuntungan dibagi menurut kesepakatan dimuka dan apabila rugi ditanggung oleh sahibul maal.



Wakalah
a.     Pengertian Wakalah
Wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang sebagai pihak pertama kepada orang lain sebagai pihak kedua dalam hal-hal yang diwakilkan (dalam hal ini pihak kedua) hanya melaksanakan sesuatu sebatas kuasa atau wewenang yang diberikan oleh pihak pertama, namun apabila kuasa itu telah dilaksanakan sesuai yang disyaratkan, maka semua resiko dan tanggung jawab atas dilaksanakan perintah tersebut sepenuhnya menjadi pihak pertama atau pemberi kuasa.

b.      Rukun Wakalah
1. Orang yang mewakilkan (Al-Muwakkil)
2. Orang yang diwakilkan. (Al-Wakil)
3. Obyek yang diwakilkan.
4. Shighat

c.   Batalnya Wakalah
a)    Salah satu pihak yang akad wafat atau gila
b)   Apabila maksud yang dalam akad wakalah itu selesai pelaksanaannya atau dihentikan maksud dari pekerjaan tersebut.
c)    Diputusnya akad wakalah
d)   Hilangnya kekuasaan atau hak pemberi kuasa atas sesuatu objek yang dikuasakan.
d.   Contoh Wakalah
Transfer uang : Proses transfer uang ini adalah proses yang menggunakan konsep akad Wakalah, dimana prosesnya diawali dengan adanya permintaan nasabah sebagai Al-Muwakkil terhadap bank sebagai Al-Wakil untuk melakukan perintah/permintaan kepada bank untuk mentransfer sejumlah uang kepada rekening orang lain, kemudian bank mendebet rekening nasabah (Jika transfer dari rekening ke rekening), dan proses yang terakhir yaitu dimana bank mengkreditkan sejumlah dana kepada kepada rekening tujuan.



Hawalah
a.     Pengertian Hawalah
hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya, hal ini merupakan pemindahan beban utang dari muhil (orang yang berutang) menjadi tanggungan muhal alaih atau orang yang berkewajiban membayar utang.

b.     Rukun dan Syarat Hawalah
a.     Orang yang memindahkan tanggungan utang (muhil).
b.     Orang yang memberikan utang yang dipindahkan pelunasannya dari orang yang berutang padanya secara langsung (muhal).
c.     Orang yang dipindahkan tanggungan utang padanya (muhal alaih)..
d.    Harta yang diutang  yang dialihkan( muhal bih)
e.     Shighat.

c.        Macam-macam  Hawalah
Ditinjau dari pelaksanaannya
1.      Hawalah mutlaqoh: adalah seseorang memindahkan utang pada yang lain tanpa memberikan keterangan bahwa orang tersebut harus membayar utangnya dari utang yang ada padanya.
2.      Hawalah muqayyadah adalah seseorang memindahkan pembayaran utangnya pada orang lain, dari utangnya yang ada pada orang tersebut.
Ditinjau dari segi obyeknya hiwalah
1     Hawalah al-Haqq (pemindahan hak) : pemindahan piutang dari satu piutang kepada piutang yang lain atau pemindahan hak untuk menuntut hutang. Dalam hal ini yang bertindak sebagai muhil adalah pemberi hutang dan ia mengalihkan haknya kepada pemberi hutang yang lain sedangkan orang yang berhutang tidak berubah atau berganti, yang berganti adalah piutang.
2     Hawalah ad-Dain (pemindahan hutang) Hawalah ad-dain adalah pemindahan hutang kepada orang lain yang mempunyai hutang kepadanya. Ini berbeda dari hiwalah haqq, karena pengertiannya sama dengan hawalah yang telah diterangkan di depan yakni yang dipindahkan itu kewajiban untuk membayar hutang.

d.       Contoh Hawalah
Contoh 1
si A berutang kepada si B sejumlah uang untuk dilunasi pada hari tertentu dan si A punya hak (mengutangi) si D sejumlah utangnya pada si B. Ketika jatuh tempo, si B menagih utang pada si A, tetapi si A saat itu tidak memilik uang tunai, lalu dia mengatakan, “  Pergilah pada si D, karena ia berutang padaku sejumlah utangku padamu”.
Contoh 2
si A mempunyai piutang pada si B, dan pada saat yang sama, si A mempunyai utang kepada si C sejumlah piutangnya pada si B. Ketika si C menagih utangnya pada si A, si A berkata, “ Aku alihkan pembayaran utangku kepada si B, karena aku mempunyai piutang padanya sebesar utangku padamu dan ambillah uang tersebut darinya”. Jika si C (penerima pengalihan) menerima cara seperti itu, si A (pengalih pembayaran utang) tidak lagi mempunyai utang pada si C.




Kafalah
a.    Pengertian Kafalah
Akad pemberian jaminan yang diberikan penanggung (kafil) kepada pihak lain dimana pemberi jaminan bertanggung jawab atas pembayaran suatu hutang yang menjadi hak penerima jaminan

b.        Rukun Kafalah
a.    Penjamin (dhomin/kafiil), yaitu orang yang tidak cacat muamalahnya secara hukum, maka anak-anak dan orang idiot tidak sah.
b.    Barang yang dijamin/utang (madhum), yaitu sesuatu yang boleh diganti dengan sejenisnya secara hukum, yaitu utang atau benda selain uang yang merupakan harta, jadi tidak boleh nyawa atau anggota badan dalam qishash dan hudud.
c.    Pihak yang dijamin (makful ‘anhu/madhum ‘anhu), yaitu orang yang dituntut/yang berutang baik hidup atau sudah mati.
d.   Sighah akad, yaitu ijab dari penjamin atau ijab-qabul dari akad transaksi.

c.    Jenis  Kafalah
Ditinjau dari segi obyeknya jafalah
1        Kafalah bin Nafs (kafalah bil Wajhi): merupakan akad jaminan dari kafil untuk menghadirkan diri seseorang pada waktu tertentu di tempat tertentu. Kafalah ini bukan merupakan kajian ekonomi Islam. Sebagai contohnya adalah seperti perkataan seseorang, “Aku menjamin untuk menghadirkan si Fulan dalam pengadilan tersebut atau dalam acara tersebut”. Jika kafil tidak bisa menghadirkan, padahal ia masih hidup, maka kafil wajib membayar sejumlah denda
2        Kafalah bil Mal : Merupakan jaminan pembayaran barang atau pelunasan hutang.

d.   Contoh Kafalah
Dalam rangka menjalankan usahanya, seorang kontraktor  sering memerlukan penjaminan dari pihak lain melalui jaminan yang diberikan oleh Bank Syariah (kafiil) kepada pihak ketiga(makful lahu) untuk memenuhi kewajiban pihak kedua (kontraktor)  atau yang ditanggung (makfuul ‘anhu)


RAHN
a   Pengertian Rahn
menahan salah satu harta milik nasabah (rahin) sebagai barang jaminan (marhun) atas hutang/pinjaman (marhun bih) yang diterimanya.

b   Rukun Rahn
1.        Akad ijab dan qabul
2.        Aqid, yaitu yang menggadaikan (rabin) dan yang menerima gadai (murtabin). Adapun sarat  yang berakad adalah ahli tasauf, yaitu mampu membelanjakan harta dan dalam hal ini memahami persoalan-persoalan yang berkaitan dengan gadai.
3.        Barang yang diajadikan jaminan (borg) sarat pada benda yang dijadikan jaminan ialah keadaan barang itu tidak rusak sebelum janji uang harus dibayar.
c   Jenis Rahn
1        Rahn ‘Iqar/Rasmi (rahn Takmini/Rahn Tasjily)
Merupakan bentuk gadai, dimana barang yang digadaikan hanya dipindahkan kepemilikannya, namun barangnya sendiri masih tetap dikuasai dan dipergunakan oleh pemberi gadai. Maksudnya bagaimana ya? Jadi begini:
2        Rahn Hiyazi
Bentuk Rahn Hiyazi inilah yang sangat mirip dengan konsep Gadai baik dalam hukum adat maupun dalam hukum positif.  Jadi berbeda dengan Rahn ‘Iqar yang hanya menyerahkan hak kepemilikan atas barang, maka pada Rahn Hiyazi tersebut, barangnya pun dikuasai oleh Kreditur.
c   Contoh Rahn
1        Rahn ‘Iqar/Rasmi (rahn Takmini/Rahn Tasjily)
Dino memiliki hutang kepada Elda sebesar Rp. 10jt. Sebagai jaminan atas pelunasan hutang tersebut, Dino menyerahkan BPKB Mobilnya kepada Elda secara Rahn ‘Iqar. Walaupun surat-surat kepemilikan atas Mobil tersebut diserahkan kepada Elda, namun mobil tersebut tetap berada di tangan Dino dan dipergunakan olehnya untuk keperluannya sehari-hari. Jadi, yang berpindah hanyalah kepemilikan atas mobil di maksud.
2        Rahn Hiyazi
Jika dilihat dalam contoh pada point 1 di atas, jika akad yang digunakan adalah Rahn Hiyazi, maka Mobil milik Dino tersebut diserahkan kepada Elda sebagai jaminan pelunasan hutangnya. Dalam hal hutang Dino kepada Elda sudah lunas, maka Dino bisa mengambil kembali mobil tersebut.



Tadlis
a   Pengertian Tadlis
Tadlis adalah transaksi yang mengandung suatu hal yang tidak diketahui oleh salah satu pihak ( unknown to one party). Setiap transaksi dalam Islam harus didasarkan pada prinsip kerelaan antara kedua belah pihak, mereka harus mempunyai informasi yang sama (complete information) sehingga tidak ada pihak yang merasa ditipu/dicurangi karena ada sesuatu yang unknown to one party”
Ada 4 (empat) hal dalam transaksi Tadlis, yaitu :
     Kuantitas, mengurangi takaran
     Kualitas, menyembunyikan kecacatan barang
     Harga, memanfaatkan ketidaktahuan pembeli akan harga pasar
     Waktu, menyanggupi delivery time yang disadari tidak akan sanggup memenuhinya

b   Contoh Tadlis
jual beli dengan kesepakatan harga berikut,”Sekiranya barang ini lunas dalam jangka waktu di bawah satu tahun, maka marginnya adalah 20 %, tapi seandainya lunas antara satu hingga dua tahun, maka marginnya otomatis menjadi 40 % “. Oleh karena kedua belah pihak tidak tahu apakah pembayaran akan dilunasi dalam satu tahun atau lebih, dalam hal ini harga barang barang mengalami ketidakpastian, apakah harga dengan margin 20 % maupun harga dengan margin 40 %.


 












 

1 komentar: